IKLAN

Minggu, 15 April 2012


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah informasi menyebutkan, bra kawat dapat menyebabkan kanker payudara. Namun, pakar bedah onkologi dr Samuel J Haryono SpB (K) Onk menyebutkan, bra kawat yang menyebabkan payudara seperti diremas (squeezing) yang berpotensi besar menyebabkan kanker payudara.
"Saya bilang sepanjang itu tidak squeezing, tidak meremas, seperti jeruk itu lho diperas, itu tidak apa-apa. Squeezing itu merusak arsitektur payudara sehingga terjadi pengapuran dan sebagainya. Itu bisa memicu (kanker),” katanya di sela gatheringpenderita dan mantan penderita kanker di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Sabtu (8/1/2011).
Menurut dr Samuel, informasi mengenai bahaya bra kawat kepada masyarakat selama ini kurang lengkap. Pasalnya, bra kawat yang sering dipakai wanita untuk menyangga bentuk payudaranya sendiri tidak sebahaya itu.
Informasi yang kurang tepat, lanjutnya, bisa menimbulkan ketakutan berlebihan di tengah masyarakat.
Selain itu, dr Samuel mengatakan, kanker payudara bisa dicegah melalui edukasi dan sosialisasi semasif mungkin kepada para wanita.
Hal ini dibenarkan oleh Ami, seorang guru yang tinggal di kawasan Bekasi. Ami akhirnya memeriksakan diri ke dokter setelah mengikuti penyuluhan kanker di sekolah tempatnya mengajar.
"Awalnya saya kan periksa di bagian-bagian samping payudara saja. Enggak detail. Setelah penyuluhan itu, saya raba bagian lainnya, eh akhirnya ketemu ada benjolan aneh,” ungkapnya sambil menunjuk sebelah dalam payudara kanannya.
Setelah itu, Ami ditemani suaminya mulai rajin ke dokter hingga dianjurkan untuk biopsi dan mengangkat sel kankernya. Pada operasi pertama, tim dokter hanya mengangkat kelenjar limfoma. Namuan, setelah beberapa bulan, ia menjumpai benjolan serupa yang tak jauh dari tempat semula. Kontan ia kembali lagi ke dokter. Kali ini ia memutuskan pergi ke RSCM. Barulah setelah itu, sel kankernya diangkat. Total, Ami mengalami dua kali operasi dan enam kali kemoterapi.
"Minggu lalu saya check-up, alhamdulilah sudah bersih. Tapi sekarang saya tetap jaga pola makan saya, enggak pernah jajan-jajan lagi di luar. Gorengan, bakso yang (pakai) micin-micin (penyedap rasa) dikurangi,” ujarnya.

Catat...4 Masalah Kerap Menimpa Pembeli Rumah!


KOMPAS.com - Perlindungan konsumen properti, terutama bagi pembeli rumah di Indonesia, dinilai masih sangat lemah. Hal ini karena sistem transaksi dan aturan hukum yang berlaku belum berpihak pada konsumen.
Pakar hukum properti, Erwin Kallo, mengatakan, setidaknya ada empat masalah umum yang paling sering dialami konsumen di Indonesia. Yakni, serah terima yang mundur, masalah spesifikasi bangunan, sertifikasi, dan balik nama yang lama di notaris.
Serah terima mundur
Erwin mengatakan, penyerahterimaan yang mundur atau hand over masih banyak dialami konsumen. Mundurnya jadwal serah terima ini, misalnya, karena pengembang menyatakan belum menyelesaikan pembangunan seluruh kavling, sementara konsumen sudah membayar lunas.
Tak hanya mundur. Erwin bahkan menyayangkan, banyak konsumen harus menderita karena rumahnya tidak ada kepastian terbangun sehingga mangkrak.
Spesifikasi bangunan
Dalam klausul perjanjian antara pengembang dengan pembeli disebutkan, bahwa pengembang bertanggung jawab untuk perawatan dalam jangka waktu tertentu. Namun, kata Erwin, klausul ini masih lemah karena pengembang hanya bertanggung jawab pada apa yang tampak. Lalu, bagaimana dengan hal-hal yang tidak tampak seperti fondasi bangunan, rangka, struktur dan lainnya?
Menurut Erwin, hal tak tampak itu tidak mungkin satu persatu diperiksa oleh konsumen. Garansi pengembang yang terbatas ini menurutnya tidak adil.
Sertifikasi
Masalah konsumen lainnya adalah tentang sertifikasi yang belum diterima. Di Indonesia, kerap terjadi penyerahan rumah sudah berlangsung, namun sertifikatnya tidak jelas kapan.
Penyebabnya bisa bermacam-macam. Sebutlah misalnya, pengembang masih menjaminkan sertifikat ke bank dan belum dilunasi. Saat ditanyakan, pengembang bisa berkilah, bahwa dalam perjanjian pihaknya menyerahkan rumah, tapi bukan sertifikatnya.
Alasan lainnya, pengembang hendak berlaku irit, yaitu menunggu semua kavling terbeli dan kemudian baru menebus sertifikatnya di bank. Tentu saja, hal ini ini tidak adil bagi pembeli yang telah menempati lahan lebih lama.
Erwin menilai, hal ini bukan semata-mata persoalan hak fisik rumah milik konsumen. Sertifikat rumah memiliki dasar yuridis konsumen.
Balik nama yang lama di notaris
Lamanya sertifikat tanah tidak sampai di tangan konsumen ternyata bukan berasal dari pengembang nakal saja. Karena, bisa saja proses sertifikasi terhambat di saat balik nama di notaris.
Erwin menceritakan pengalamannya yang harus menunggu balik nama selama 8 bulan. Padahal, kata dia, sertifikat sudah diserahkan oleh pengembang.
Notaris, katanya, merasa rugi harus mengurus satu persatu Akta Jual Beli (AJB) ke BPN. Dia menunggu dulu sampai banyak, baru kemudian mengurusnya. Padahal, dalam ketentuan Badan Pertanahan Nasional (BPN), proses balik nama hanya memakan waktu 1 - 2 minggu saja.